Selasa, 22 November 2011

Sayap Garuda Patah Lagi Diterkam Harimau Malaya


Timnas U-23 selalu terlihat meyakinkan di awal. Seperti ketika Egi Melgiansyah dkk. melaju dari Grup A Sepakbola SEA Games 2011. Tapi itu tidak cukup karena diperlukan juga "bagus" di akhir. Hal itu juga dialami timnas senior asuhan Alfred Riedl di AFF 2010 lalu.

Terus terang, tim U23 saat ini hanya bagus dari sisi kegarangan serangan. Mungkin terbaik dari seluruh angkatan timnas Indonesia yang pernah saya tahu. Titus Bonai dan Patrich Wanggai punya naluri mencetak gol yang bagus. Sama seperti para pemain muda asal Papua lainnya. Begitu juga Boas Solossa ketika masih U23. Bisa jadi karena asahan tangan coach Rahmad Darmawan.
Tapi itu tidak cukup.


Indonesia belum bermain bola dengan benar. Maksudnya dengan pakem sepakbola yang semestinya. Bagaimana cara bertahan man to man dan zonal. Bagaimana pemain harus selalu berada di titik tertentu dalam situasi kehilangan bola. Bagaimana bergerak seirama saat kawannya tengah menguasai bola. Bagaimana pemain harus menjaga jarak dengan temannya tidak lebih dari 5 meter. Bagaimana berusaha merebut bola dari lawan, bagaimana membayangi lawan dan bagaimana-bagaimana lainnya.

Pendeknya, banyak pemain Indonesia yang belum paham bagaimana organisasi permainan sepakbola dijalankan. Padahal itu sangat mendasar. Karena setelah itu baru masuk dalam pembicaraan tahap lanjutan seperti skill individu, penggemblengan fisik, taktik dan strategi. Bermain sepakbola yang katanya simpel itu bukan hanya soal menendang, menyundul dan berlari.

Banyak pendukung Indonesia menilai tim U23 saat ini bagus. Lebih bagus dari seniornya. Mungkin saja. Tapi apa ukuran terminologi "bagus"? Apakah hanya karena menang atas Kamboja, Singapura yang 10 pemain dan Thailand yang 9 pemain? Kalau itu parameternya, tentu saja terlalu dini untuk menyebut "bagus". Atau jangan-jangan itulah level bagus bagi Indonesia. Dan kemudian mentok ketika bertemu lawan yang lebih bagus dan bermain sesuai pakem sepakbola universal.

Indonesia menang dalam 3 pertandingan awal karena lawannya kalah "garang" plus kemudian kehilangan pemain di sisa waktu. Tapi tanda bahwa Indonesia belum "bagus" bisa dilihat kala melawan Thailand di babak grup. Dengan 9 pemain, Thailand masih bisa menyerang sampai kotak penalti Indonesia. Itu berkat organisasi permainan yang sudah sesuai pakem. Lihat saja bagaimana bola lontaran dari area belakang Indonesia selalu bisa jatuh di kaki pemain Thailand. Karena Thailand menampatkan pemain-pemainnya di titik tertentu di mana bola akan lebih sering jatuh di sana.

Tak usah melihat bagaimana lapisan kedua U23 kita dibuat tak berdaya oleh Malaysia 1-0 di babak grup. Dengan gamblang kita bisa melihat lapisan pertama U23, ya Egi dan rekan-rekannya kemarin malam, juga dibuat kesulitan menciptakan gol ke gawang Malaysia. Determinasinya kurang matang. Bahkan pertahanan kita lebih sering kocar kacir saat Malaysia menyerang. Itu sebuah bukti para pemain belum memiliki pemahaman organisasi pertahanan yang seharusnya dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar